Senin, 08 Desember 2008

PKL (Pedagang Kaki Lima) yang selalu teraniaya, mengapa ?

Tidak bosan-bosannya media TV swasta menyiarkan berita seputar pembersihan lokasi srategis dalam kota dari PKL (yang tak lain bagian dari UKM) karena berbagai alasan, dan yang paling sering dilakukan karena alasan mengganggu ketertiban umum dan memakan badan jalan.
Dan terlihat wajah para PKL dan keluarganya yang histeris karena melihat barang dagangannya yang disita dan diangkut keatas truk serta lapaknya yang diobrak-abrik dan dihancurkan dan bahkan dibakar oleh petugas baik Satpol PP maupun aparat gabungan.

Drama kemanusiaan yang menyayat hati ini selalu saja berulang-ulang dengan intensitas yang semakin lama tidak semakin berkurang namun justru semakin meninggi, sementara solusi yang diharapkan para PKL sebagai jalan penyelesaian semakin menjauh.

Meski harus diakui media telah memainkan peran secara optimal dalam melakukan advokasi untuk mengetuk hati para pejabat publik sehingga diharapkan dalam membuat kebijakan berpihak pada rakyat kecil seperti halnya kepada para PKL yang ulet berusaha/berbisnis namun terkendala dalam ketersediaan lokasi dan permodalan, namun sampai saat ini kita justru masih melihat kuatnya pengaruh para pemodal besar secara samar namun pasti dalam mempengaruhi pemerintah untuk terus secara konsisten dan persisten menggusur PKL
Lalu dimana peran dan tanggung jawab para anggota DPR/DPRD terhormat yang katanya mewakili suara rakyat (seperti bujuk rayu yang disampaikan ketika kampanye dulu) yang sering didengungkan Vox Populi ,Vox Dei (Suara Rakyat merupakan Suara TUHAN), dimana rasa keberpihakan para wakil rakyat terhormat seharusnya ditunjukkan sebagai sikap peduli pada penderitaan konstituen ?

Kondisi PKL diatas tak dapat dilepaskan dari tanggung jawab para anggota dewan terhormat, karena saat pengesahan rencana umum tata ruang kota telah melibatkan persetujuan DPR yang berarti keterjepitan dan tiadanya ruang usaha bagi para PKL dan sejenisnya memang telah dirancang secara sengaja dan sistemik sejak awal perencanaan kota karena mereka lebih memihak kepada para pemodal kuat dan mengabaikan peran dan keberadaan usaha sejenis PKL.

Jadi wajar jika PKL selalu saja dianiaya, diuber dan diobrak-abrik karena perspektif para pengambil kebijakan dalam hal ini eksekutif dan legislatif telah kehilangan kepedulian terhadap keberadaan PKL meski mereka tahu pada saat krisis PKL menjadi salah satu penopang perekonomian bangsa.

Disini sebenarnya permainan dimulai, dimana kekuasaan yang diberikan rakyat melalui pemberian suara rakyat lewat partai politik telah diselewengkan dari awal tujuannya semula berupa kekuasaan untuk mensejahterakan rakyat berbalik arah hanya menjadi alat dan sarana untuk mengejar kesenangan dan kekayaan pribadi saja. Maka wajar jika para anggota dewan yang terhormat maupun operator penggusuran di lapangan seperti Satpol PP telah berubah menjadi robot yang kehilangan rasa kemanusiaannya.


Ubah RUTR(Rencana Umum Tata Ruang) Kota yang memihak UKM

Dalam manajemen pembangunan kota maka perencanaan pemanfaatan ruang telah tertuang dalam RTUTR Kota dimana seluruh ruang telah dialokasikan dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Namun dalam kenyataan yang seringkali dilupakan dalam draft perencanaan RTUTR maupun pembahasan untuk finalisasi dan persetujuan akhir adalah belum tersedianya lahan yang cukup untuk jalur hijau, taman kota yang luas untuk umum, tempat olah raga yang bebas untuk umum, dan tersedianya ruang/lahan untuk berjualan bagi PKL/UKM di tempat strategis.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi kalau pemerintah daerah bersama DPRD lebih suka memihak pada kaum pemodal kuat sehingga wajar jika dimana-dimana dalam perkembangan sebuah kota akan bermunculan dan bertaburan mall/hypermarket yang dalam banyak hal selain mematikan para pedagang UKM, juga menjadikan pola hidup masyarakat kota sangat konsumtip.

Keberpihakan pada UKM yang dilafalkan pada saat kampanye seolah-olah hilang dan terlupakan begitu mereka sudah duduk di dewan, demikian pula para pejabat yang disumpah secara ritual agama juga ikut silau akan uang dan mengabaikan kaum UKM.

Kalau pihak yang seharusnya memikirkan bagaimana UKM termasuk didalamnya PKL menjadi besar justru tidak lagi peduli pada perkembangan mereka yang terbukti dengan tidak dialokasikannya ruang untuk UKM maka UKM pasti akan menjadi seperti anjing kurap/buduk yang diusir dan disia-siakan ketika sendirian dan tidak ada orang lain, namun kemudian dibelaskasihani seolah-olah pemiliknya orang yang sangat dermawan. Kepanjangan UKM bisa berubah menjadi Usaha Kecil Mati/Mampus jika tidak ada perlindungan dan keberpihakan dari para pelayan publik dalam hal ini pemerintah.

Pelayanan one stop service

Sudah saatnya pemerintah membalas jasa pada pelaku UKM yang telah menyelamatkan krisis nasional 1998 dan membantu pemerintah menyediakan lapangan kerja disektor non formal tanpa harus mengemis meminta pekerjaan sebagai PNS dan bahkan mereka para UKM juga diwajibkan membayar pajak dari penghasilannya yang kena pajak , tidak seperti PNS yang dibayari pajaknya oleh negara.

Jadi menjadi kewajiban bagi para PNS yang bergerak disektor layanan publik yang terkait dengan UKM untuk memberikan layanan yang ramah (bukannya marah meski jumlah hurufnya sama ) termurah, termudah dan terbaik melalui layanan “One Stop Service” dimana para UKM cukup mendatangi kantor tersebut yang sudah terbebaskan dari virus KKN dengan layanan yang prima, bahkan disediakan layanan online yang mudah, murah dan cepat.

Penyaluran KUR yang tepat sasaran

Meski sudah diluncurkan Kredit Untuk Rakyat (KUR) tahun lalu dan diiklankan melalui media elektronik namun kelihatannya masih banyak pelaku UKM yang belum memanfaatkannya.
Harus diwaspadai jangan sampai pagu krredit yang sudah disediakan justru diakses oleh pihak lain yang tidak memerlukan namun mengambil keuntungan dari kemudahan yang diberikan pemerintah.

Kita harus belajar dari pelaksanaan KUT (Kredit Usaha Tani) yang telah banyak disalahgunakan sehingga banyak kasus dimana petani tidak meminjam tetapi ditagih terus untuk mengembalikan kredit yang dimanipulasi oleh pengurus KUD.

Asistensi manajemen bagi UKM

Peluncuran dan pengucuran dana KUR saja dirasa tidaklah mencukupi untuk membantu UKM berkembang menjadi bisnis skala besar. Alangkah baiknya jika selain pengucuran kredit, juga disertai dengan asistensi baik dari sisi manajemen, wawasan bisnis, pengembangan jaringan kerja , pemanfaatan IT dll.
UKM juga dipersiapkan dalam memanfaatkan pesatnya pengembangan Teknologi Informasi untuk minimal bertahan dalam persaingan global yang tidak kenal ampun.
Pemerintah perlu memberikan perlindungan yang sifatnya mendewasakan dan mengayomi UKM, bukannya memanjakan, sehingga mereka para pelaku UKM dapat bertahan hidup ditengah gempuran yang dasyat baik dari internal maupun eksternal (seperti tsunami ekonomi dunia yang dimulai dari Amerika Serikat).


Bangga menjadi pelanggan UKM

Dan yang tak kalah penting bagaimana pasar domestik dibidik dan diedukasi untuk mencintai produk UKM yang berarti mencintai Indonesia. Aku cinta produk Indonesia tidak bisa hanya dengan diiklankan saja , tetapi harus disertai pembuktian lewat standar mutu SNI, sehingga pembeli tidak dikecewakan namun justru semakin tinggi tingkat kepercayaannya dalam menggunakan produk dari UKM.

Kecintaan terhadap produk UKM serta memilih membeli di PKL adalah cerminan rasa nasionalisme dan kebanggaan sebagai bangsa yang telah dibuktikan kejayaannya melalui pembangunan Candi Borobudur, Kapal Phinisi, dan berbagai peninggalan kejayaan masa lampau.

Mari kita bangun PKL menjadi pengusaha yang sukses dan tidak perlu lagi berjualan di kaki lima, mari kita bangun UKM menjadi pembisnis tingkat nasional yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.




YBT. Suryo Kusumo
tony.suryokusumo@gmail.com
www.adikarsagreennet.blogspot.com
www.adikarsaglobalindo.blogspot.com

Tidak ada komentar: