Selasa, 09 September 2008

Setelah 63 tahun merdeka, katakan “YA” pada korupsi ?

Korupsi siapa takut?

Kata KKN telah menjadi santapan harian bagi masyarakat publik yang gemar mengakses informasi melalui media (cetak maupun elektronik), dalam perbincangan sehari-hari, maupun khotbah keagamaan. Terasa KKN sebagai sebuah kegiatan harian yang telah merasuk kedalam setiap sendi kehidupan kita. Kalau mau disayembarakan untuk membuat motto kondisi KKN di Indonesia umumnya, khususnya dibumi Flobamora, maka motto yang mungkin pas dalah ‘Tiada hari tanpa KKN’. Kegiatan KKN telah menjadi candu yang membuat ketagihan bagi para pelakunya, baik dari kalangan pemerintah, bisnisman, institusi agama, lembaga pendidikan, LSM maupun lembaga-lembaga lainnya yang ada dimasyarakat, sama seperti halnya narkoba yang memberi kenikmatan sesaat namun sesat karena tak lama kemudian mematikan. Bagi pengguna narkoba, akibatnya akan langsung kelihatan, namun bagi pecandu KKN akibatnya tidak langsung kelihatan meskipun telah berlangsung dari sejak ORLA, ORBA dan masih terus sampai saat ini.

Mengapa KKN menimbulkan ketagihan ? Untuk lebih jelasnya harus dicarikan jawabnya pada pelaku KKN itu sendiri. Namun menurut penalaran logis, bagaimana KKN tidak menumbuhkan ketagihan, apabila hanya dengan sedikit bahasa tubuh seperti kerdipan mata atau gerak tangan dan kekuasaan yang terpusat ditangannya serta tak perlu kerja keras akan mampu mendatangkan penghasilan ratusan ribu sampai ratusan milyar rupiah. Apalagi kadang-kadang kita memakai standar ganda, disamping mengutuk KKN namun sekaligus juga menikmatinya dalam bentuk lain.
Jadi seperti halnya dalam sebuah iklan, kalau ditanya ; Korupsi, siapa takut?


Korupsi jadi budaya

Ada beberapa pendapat yang mengatakan korupsi telah menjadi budaya baru bagi masyarakat kita. Jika kita sependapat, maka pertanyaan berikutnya apakah kita harus mengatakan “ya” pada korupsi? Korupsi seperti halnya produk budaya lainnya merupakan cerminan perilaku dan norma yang ada dimasyarakat.
Apakah dengan pelabelan korupsi sebagai budaya, lantas mengharuskan kita jadi permisif dan berkompromi membiarkan korupsi menggerogoti dan menghancurkan bangsa secara pelan namun pasti yang pasti bertentangan dengan impian luhur para pendiri bangsa ?
Perlu ada pendekatan budaya dalam ememrangi korupsi yang sudah membudaya, tidak dapat hanya didekati dari sisi hukum formal saja.

Aneh kalau bisa hidup layak tanpa korupsi?

Di negara kita sudah terlalu banyak anomali alias penyimpangan yang terjadi ditengah masyarakat namun semuanya seolah-olah dianggap sebagai hal yang wajar dan bukan sebagai masalah.

Mari kita lihat pungli yang terjadi setiap hari di hampir setiap layanan publik namun dibiarkan saja dan bahkan cenderung dilindungi seperti misal di terminal, pelabuhan, tempat penyeberangan, jembatan timbang, di jalan raya, pengurusan surat-surat, pelelangan tender dll.

Kita dapat melihat dengan mata telanjang bagaimana gaya hidup para pejabat yang begitu mewah ditengah lautan kemiskinan meski kalau dilihat dari jumlah gaji tidak mungkin dapat dilakukan. Dan yang lebih menyedihkan tidak ada perlawanan dari anggota keluarga (istri/suami dan anak-anaknya) maupun saudara-saudaranya dan sebaliknya mereka justru bangga mempunyai saudara yang menjadi pejabat meski bermental penjahat karena menjarah uang rakyat.

Mereka, para pelaku KKN kebanyakan memang hidup serba kecukupan dan mewah, namun terpenjara dalam kekerdilannya, karena tidak mampu membangun dan mewujudkan solidaritas sosial bagi sesamanya, terlebih bagi kaum pinggiran yang menjadi korban tindakan KKNnya

Tali-temali korupsi yang sudah menggurita dan bagaikan benang kusut telah dijadikan alasan pembenaran bagi sebagian orang/koruptor karena kata mereka kalau tidak ikut gila maka mereka tidak akan memperoleh bagian dan bahkan ada yang secara sinis mengatakan “yang haram saja sudah hampir habis, apalagi yang halal”

Menjadi aneh kalau ada pejabat namun tidak kaya dan hidup sederhana penuh kejujuran dan mereka sering dianggap megalami “kelainan” sehingga patut disingkirkan karena akan menggangu proses jalannya KKN dan menjadi batu sandungan dalam praktek KKN menghabiskan uang rakyat.
Orang yang jujur cenderung disingkirkan dan tidak diberi peran, meski mereka punya kemampuan dan sangat profesional. Maka tidak aneh kalau layanan publik ditangan orang-orang yang korup pasti tidak akan berjalan baik dan penuh dengan keculasan dan intrik jauh dari harapan rakyat. Tipe seperti ini sudah terbiasa mengabdi pada dua tuan yakni mamon dan disisi lain seolah-olah memuji Tuhan namun penuh dengan kepalsuan.

Masyarakat “sakit”

Aneh memang banyak pejabat publik dan pengusaha yang korup namun tetap dihormati dan di puja puji seolah bak dermawan yang akan menyelamatkan kehidupan rakyat, padahal kenyataan justru sebaliknya mereka para koruptor yang menjabat maupun “pengusaha pencuri” sedang dengan halusnya mengkhianati rakyat dengan jalan menggerogoti uang rakyat dan menyebabkan rakyat terpuruk dalam kemiskinan absolut dan penderitaan yang tak terperi seperti mengkonsumsi nasi aking, mengalami busung lapar,kurang gizi, hidup di lingkungan kumuh, tidak menikmati infrastruktur yang memadai seperti jalan yang selalu rusak dan dibiarkan tanpa perbaikan , tiada aliran listrik, susah memperoleh air bersih dll. Kondisi ini menunjukkan wajah masyarakat kita yang sedang mengalami kesakitan atau patologi sosial.

Demikian pula para politisi busuk yang terus berkeliaran membangun kerajaan politiknya dengan menjadikan anggota keluarganya masuk dalam daftar caleg meski tidak punya kapasitas demi mendapatkan kehidupan yang sangat layak meski tanpa didasari idealisme dan ideologi politik sama sekali

Tidak ketinggalan mereka yang bekerja di LSM namun tidak berkomitmen pada ideologi kerakyatan dan sering hanya menjadi selebritis LSM yang menjadi sangat terkenal namun tidak mengubah apa-apa, bahkan ditenggarai semakin banyak yang hanya menjadi pekerja untuk mendapatkan nafkah semata tanpa mau mengkritisi apakah program yang dilakukan memberdayakan atau justru sebaliknya memperdaya rakyat yang sudah lemah dan miskin. Tudingan menjual kemiskinan dan hanya menjadi kepanjangan tangan donor sudah seharusnya menjadi refleksi mendalam untuk kita semua yang bergelut lewat jalur LSM dalam membantu mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera..

Koruptor, Psikopat bertampang dermawan

Benar seperti halnya Ryan sang penjagal berantai yang tampangnya memelas dan tidak seperti layaknya penjahat yang digambarkan bertampang sangar dan kejam, demikian pula para koruptor yang masih berkeliaran di masyarakat seringkali berwajah ganda seperti halnya para dermawan seolah olah mereka orang yang terhormat, terpandang, berpendidikan tinggi dan baik hati. Maka tidak mengherankan jika ada pejabat yang tertangkap KPK namun banyak yang tidak mempercayainya.

Koruptor sebenarnya seorang psikopat dan lebih berbahaya karena korbannya bukan hanya sebelas atau dua puluh nyawa, tetapi ratusan ribu bahkan jutaan nyawa rakyat Indonesia yang tidak memperoleh kehidupan yang layak dan seperti syair dalam lagu Ebiet G Ade mereka telah “mati dalam hidup” tenggelam dalam kubangan kemiskinan yang tak bertepi.Mereka para koruptor telah menjauhkan rakyat Indonesia dari sejahtera baik lahir apalagi batin, melalui mark up, suap, fiktif, dan berbagai tipuan canggih lainnya.

Korupsi, menang sekali namun kalah selamanya

Perilaku KKN, seperti halnya perilaku ular maupun belut, yakni sangat cerdik, licin dan rapi dalam menutupi kegiatannya. KKN bagaikan parfum yang harumnya menyebar kemana-mana dan dapat tercium maupun terendus, namun tidak nampak wujudnya. Setelah hampir 32 tahun dimasa Orde Baru belajar secara langsung dari praktik keseharian kehidupan kita bagaimana ‘teknik melakukan KKN yang benar dan canggih ?’, dan masih dilanjutkan di era reformasi ini, maka ditengah masyarakat telah banyak manusia yang menjadi ‘singa berbulu domba’, yang mana tampak dari luar sangat halus dan sopan seperti halusnya bulu domba , seolah-olah berbudi luhur mau menolong, namun akan menjadi liar dan ganas ketika melihat manusia didepannya dapat dijadikan mangsanya seperti halnya perilaku seekor singa atau ular berbisa. Pelaku KKN cenderung menjadi pemangsa bagi sesamanya (Homo homini lopus) dan tidak merasa bersalah, serta mati rasa karena telah kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya, dan yang muncul adalah sifat kebinatangannya.
KKN bukan hanya menjadi masalah menyalahi administrasi, posedur hukum maupun sistem akuntansi, tetapi menjadi masalah moralitas dan mentalitas karena secara filosofi KKN adalah sebentuk penyalahgunaan dan pencurian yang sistematis, dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki sebagai pinjaman/mandat dari rakyat, dan menyiasati kelemahan system kontrol yang ada dalam system besar ketatanegaraan kita sehingga dapat menguntungkan bagi dirinya secara berlebihan dan tidak adil, karena bukan dari hasil kerja keras dan kejujuran.

Disamping itu KKN merupakan tindakan menyerobot “KASIH Tuhan” yang seharusnya diterima oleh umatNYA yang sangat membutuhkan, namun oleh pelaku KKN disalah gunakan untuk kepentingan diri sendiri.

Inilah wajah dunia kita, mengapa ada satu orang kekenyangan, dan seribu orang kelaparan, kata Franky menggugat dalam sebuah lirik lagunya. Bumi yang diciptakan untuk dipakai dalam kebersamaan, saat ini cenderung mau dikuasai sendiri oleh para pelaku KKN.

Mereka menjadi semacam gurita raksasa bebentuk birokrasi maupun kerajaan bisnis (termasuk perusahaan multinasional) yang dengan kekuasaan yang dimilikinya ingin merengkuh seluruh dunia menjadi miliknya.

Perang bersama membasmi korupsi

Banyak pihak melalui berbagai seminar, lokakarya, tulisan mengusulkan agar dilakukan tindakan penjeraan terhadap koruptor baik berupa pemakaian baju khusus, kerja sosial, penayangan wajah koruptor di media, pembuatan film anti korupsi, pendidikan dini anti korupsi yang masuk dalam kurikulum, menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor kelas kakap, melakukan pengasingan dalam ritual keagamaan maupun sangsi sosial bagi para koruptor dan keluarganya seperti halnya stigma yang dilakukan ORBA terhadap pelaku G30 S/PKI, mengambil kembali semua harta yang berasal dari korupsi beserta bunganya, pemecatan tidak hormat bagi para koruptor, dll.

Sudah saatnya ditiap-tiap kabupaten, kotamadya dibentuk lembaga seperti halnya KPK di pusat maupun ICW yang memantau praktek KKN dan membongkarnya untuk diselesaikan secara hukum demi mewujudkan rasa keadilan masyarakat serta dalam rangka menciptakan layanan pemerintahan dan praktek bisnis yang bersih dari KKN. Sudah saatnya apabila tidak mau dikatakan terlambat, para pelaku KKN diajukan ke pengadilan dan supremasi hukum harus ditegakkan. Rasa keadilan masyarakat akan semakin menguat dan akan menggugat putusan pengadilan yang tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat dan yang mencoba menjadikan hukum tunduk dibawah uang dan kekuasaan. Kita dukung terbentuknya sebuah lembaga pemberantasan korupsi yang betul-betul independen dan mampu menjalankan fungsinya secara maksimal

Hal ini menjadi tantangan bagi kita kaum beriman, untuk mewujudkan iman melalui perbuatan, sehingga iman yang kita miliki berupa ‘iman yang memerdekakan dan membebaskan’ yang mengabarkan kabar kegembiraan bagi kita semua. Solidaritas sosial religius perlu diwujudkan bersama-sama untuk menyatakan ‘perang terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme ‘ saat ini juga!

Mari kita galang bersama melalui kerjasama jaringan antar lembaga (agama, intelektual sejati, kalangan pers idealis, masyarakat peduli kejujuran, LSM, politisi rakyat, kelompok bisnis beretika dll) yang masih menghendaki kejujuran tegak dibumi Flobamora, agar praktek KKN kotor yang menyebabkan rakyat NTT terus dalam kemiskinan (meski bantuan bermilyar-milyar telah diberikan ,baik oleh pemerintah pusat maupun bantuan dan utang dari negara sahabat seperti USAID, AUSAID, GTZ, JICA, World Bank dll) untuk tidak diteruskan, dan digantikan dengan terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang didukung dengan praktek bisnis yang beretika dan berkeadilan.

Atau kita akan pasrah menunggu kehancuran bersama-sama, sementara para pelaku KKN akan tertawa dalam hati karena telah mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal terburuk yang akan terjadi. Kehancuran kita bersama tidak akan berpengaruh bagi pelaku KKN karena mereka telah mempersiapkan diri hidup dari menikmati buah KKN seperti deposito, investasi properti dinegara lain dst (seperti halnya buah terlarang yang dimakan Adam sebagai manusia pertama).

Selamat berjuang menegakkan kejujuran, kebenaran , perdamaian dan keadilan, bagi kita semua yang masih berharap kejujuran dan nilai luhur masih akan merekah dari ufuk timur, seperti halnya matahari yang selalu terbit dari arah timur dan memberi sinar bagi mahuk hidup didunia. Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali,

Salam merdeka, bebas korupsi.


YBT. Suryo Kusumo
tony.suryokusumo@gmail.com
http://www.adikarsagreennet.blogspot.com/
http://www.adikarsaglobalindo.blogspot.com/

Tidak ada komentar: