Rabu, 10 September 2008

Tetap merdeka dalam keterpurukan ?

Setiap memasuki bulan Agustus, kita selalu diingatkan oleh peristiwa heroik yang terjadi di era tahun 45 ketika dengan gegap gempita serta dalam kondisi yang serba seadanya atau bahkan kekurangan, kita sebagai bangsa memproklamirkan kemerdekaannya. Saat ini dalam rangka memperingati hari kemerdekaan , kita disepanjang jalan dapat menemui beberapa kendaraan yang melilitkan sebuah bendera ukuran kecil yang kita hormati dan kita pertahankan dengan pengorbanan jiwa berupa bendera merah putih. Masih segar dalam ingatan ketika sekolah di SD guru saya menjelaskan tentang arti warna bendera kita dimana merah diartikan berani dan warna putih artinya suci dan diajari menyanyi lagu “berkibarlah benderaku …”. Maka dikaitkan dengan situasi yang terjadi di tanah air saat ini, saya mencoba merenung kembali apa sebenarnya arti kemerdekaan bagi pribadi saya ditengah keterpurukan bangsa ini, dan ditengah perebutan kekuasaan yang tanpa etika dan moral yang lebih mengedepankan kepentingan golongan maupun partai ? Ketika kita melihat tingkat kesulitan hidup yang luar biasa bagi saudara-saudara kita yang masih terhimpit dan terjepit kesulitan ekonomi untuk dapat memenuhi kebutuhan mempertahankan hidup secara fisik saja, ketika ribuan bayi. balita dan batita mengalami ketidaknormalan pertumbuhan baik fiisik, intelektual maupun psikis karena gisi buruk, ketika banyak anak tak mampu lagi bersekolah, ketika semua harga kebutuhan dasar, tarif listrik, tarif telepon, tariff BBM melonjak dan tak terjangkau, ketika kelaparan melanda dibeberapa daerah di Indonesia, ketika bom meledak di berbagai daerah, dan ketika kita bertanya mengapa semua ini terjadi padahal kita telah merdeka selama 60 tahun ? Tidak mudah menemukan jawab, dan mari kita tanya kepada rumput bergoyang, sejauh mana kita sebagai pribadi/personal sebagai warga negara yang baik ikut menyumbang kebaikan bagi negeri ini ? Seperti yang didengungkan oleh seorang Kennedy Presiden AS yang terkenal yang menyatakan ; ‘Jangan tanyakan apa yang diberikan negara kepadamu, tetapi tanyakanlah apa yang telah kau berikan untuk negaramu ?’

Mengulang rutinitas

Ketika tanggal 17 Agustus sudah mulai dekat, kita selalu melihat banyak pagar depan rumah dan kantor diperbaiki dan dicat kembali, diberbagai jalan dipasang umbul-umbul bendera, pemasangan gapura, diadakan lomba baris berbaris, panjat pinang dsb, ada kegiatan hiburan dengan berbagai macam atraksi yang digelar, dan pada saat 17 Agustus maka beramai-ramai kita melakukan upacara bendera untuk memperingati hari proklamasi yang mengantar kita sebagai sebuah bangsa yang merdeka, bermartabat dan berdaulat. Semua rutinistas ini selalu berulang setiap tahun dan jangan sampai kita secara tak sadar terjebak dalam suatu rutinitas yang tak bermakna. Apakah kita sebagai sebuah warga dari bangsa yang merdeka benar-benar merasakan makna penting dari sebuah kata merdeka ? Atau kita tidak peduli lagi dengan semua yang terjadi di republik ini ? Sudah saatnya bagi kita untuk merefleksi kembali dan menggugat arti dari keadaan ‘merdeka’ dalam artian yang sebenarnya !. Ketika 60 tahun berlalu dan kita memasuki milenium ke tiga , kita dapat bertanya kembali sudah sejauh mana perjalanan kita sebagai bangsa yang mempunyai cita-cita kedepan untuk masyarakat Indonesia ? Bukankah para pendiri bangsa sudah memandu kita melalui pembukaan UUD 45 yang didalamnya memuat arahan bagi kita dalam mewujudkan masayarakat yang adil dan makmur ? Ketika Bapak pendiri bangsa mengamanatkan dalam pembukaan UUD 45 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pertanyaannya untuk kita semua sudah seberapa banyak dari warga kita yang benar-benar cerdas dan kritis, bukan hanya sekedar mempunyai gelar akademis S1, S2. S3 ? Atau masih banyak diantara kita yang melacurkan intelektualitasnya demi kemapanan hidup, menjaga status quo, memikirkan diri dan keluarganya saja, memperoleh jabatan yang berarti memperoleh fasilitas dan angpao, memutarbalikkan fakta dan kebenaran, memenuhi dan memuja hedonisme untuk diri kita ? Seberapa banyak para birokrat kita yang dengan kecerdasannya dan kearifannya mampu meningkatkan harkat hidup dan kesehjahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin di daerah terpencil ? Seberapa jauh para akademisi dengan kemampuan intelektual dan ilmunya mampu mengurai dan mengurangi kesulitan yang dihadapi masyarakat kecil melalui penggunaan teknologi, penerapan sistem ekonomi yang memihak rakyat maupun ilmu-ilmu lainnya yang terkait langsung dengan kehidupannya ? Seberapa banyak pemuka agama yang mampu membebaskan umatnya dari rasa putus asa karena menjadi pengangguran akibat tidak memperoleh kerja sebagai penopang hidup dan wujud dari aktualisasi dirinya ? Seberapa banyak polisi yang benar-benar mempunyai keinginan untuk mengayomi dan memberikan rasa aman kepada warga masyarakat ? Seberapa banyak dokter dan paramedis yang benar-benar melayani masyarakat dengan sepenuh hati untuk dapat sembuh dari penyakit dan penderitaaan yang dialaminya ? Atau kita semua dari berbagai profesi sudah terlilit dalam kubangan materialisme dan hanya uang dan materi yang mampu menyemangati dalam kehidupan kita. Ketika kita melihat dalam kehidupan kita sehari-hari adanya perampokan secara kasar oleh penjahat maupun secara halus oleh pejabat melalui KKN yang menumbuhkan kebencian dari masyarakat karena membuahkan kekerasan dan ketidak adilan dalam masyarakat, maka perayaan kemerdekaan dapat menjadi ajang refleksi bagi kita semua, apakah kita benar-benar paham arti sebuah kemerdekaan atau kita hanya sekedar ikut meramaikan saja supaya kelihatan sok nasionalis ?
Merampok uang rakyat, menggunakan kekuasaan untuk kepentingan keluarga, golongan maupun kelompoknya merupakan tindakan orang-orang yang belum merdeka karena terbelenggu oleh penguasaan materi dan kekuasaan dan selalu merasa terperangkap dalam nafsu serakah dan kekerasan.


Merdeka dalam keadilan

Mari kita rayakan kemerdekaan dengan kesungguhan hati , kebeningan nurani, kepekaan sosial yang tinggi, kecerdasan yang kita miliki, kearifan, dan mempertanggungjawabkan kemerdekaan yang kita alami semuanya pada Sang Maha Adil. Kita gunakan momen yang penting dan bersejarah ini untuk tidak terjebak dalam rutinitas, namun mampu menggali arti hakiki dari sebuah kemerdekaan. Masing-masing dari kita sebagai warga negara yang baik dengan talenta yang kita punyai dan profesi kita mampu menyumbang rasa keadilan dalam pembangunan republik ini sehingga tidak justru sebaliknya memanfaatkan semua peluang / celah hukum maupun sistem kontrol untuk melakukan KKN dan sebangsanya yang merugikan negara dan menimbulkan ketidakadilan yang berujung pada tumbuhnya kekerasan dalam masyarakat dan ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai penyelenggara negara. Kita cermati UUD 45 yang belum terealisasi untuk kita realisasikan sebagi wujud penghormatan kepada para pejuang yang telah gugur membela kemerdekaan maupun para pendiri bangsa yang dengan susah payah memerdekakan negeri ini dari penjajahan. Kita lakukan amandemen UUD 45 untuk menyempurnakan tatanan republik ini sehinga lebih demokratis, berkeadilan dan beradab. Jangan ada lagi penjajahan gaya baru baik oleh bangsa kita sendiri maupun bangsa lain, berupa penjajahan ekonomi, hukum maupun lainnya atas nama globalisasi. Mari kita wujudkan kata merdeka dalam tindakan, bukan sekedar teriakan yang hanya enak didengar namun tidak ada implikasinya dalam mensejahterakan rakyat. Hidup rakyat Indonesia yang mampu merdeka dalam berpikir dan berpikir merdeka !!!!

Tidak ada komentar: